Kalau anda tanya pada saya, apa judul di atas bisa dipertanggungjawabkan? Terus terang saya tidak bisa jawab. tapi katanya begitu, bahwa Mbah Gesang sang Maestro "Bengawan Solo " itu masih hidup. Kalau memang benar, berarti berita tentang meninggalnya Gesang itu salah. Waduh, saya jadi bingung untuk yang kedua kalinya. Oke supaya anda tidak banyak tanya, saya copas artikelnya Mbak "Astridewi" yang dituturkan nya dalam kolom kompasiana
Kalo saya loper koran, maka untuk menawarkan koran yang terbit Rabu (19/5) ini, maka saya akan bilang, “Puluhan wartawan tertipu breaking news…puluhan wartawan tertipu breaking news..” Pasti lebih menarik dan bikin koran laris manis! Hehehe…
Lho kok bisa tertipu? Bisa. Seluruh rangkaian peristiwa ini berawal saat maestro keroncong, Gesang Martohartono, 92, masuk ke ruang perawatan rumah sakit (RS) PKU Muhammadiyah, Kamis (13/5) lalu. Sudah lama, pencipta Bengawan Solo ini mengalami gangguan kesehatan. Bahkan, beberapa waktu lalu, Gesang sempat menjalani operasi pengangkatan prostat.
Pada Minggu (16/5), kondisi kesehatan Gesang semakin menurun. Sehingga Gesang pun dipindahkan ke ICU RS PKU Muhammadiyah Solo. Lalu, pada Selasa (18/5) malam, salah satu stasiun televisi swasta mengeluarkan breaking news berisi duka cita: Kabar duka datang dari Solo. Maestro Keroncong Solo, Gesang Martohartono, menghembuskan napas terakhirnya di RS PKU Muhammadiyah. Nah, begitu breaking news ini muncul di televisi, giliran Facebook bertabur ucapan bela sungkawa atas wafatnya Gesang.
SAya hanya bisa terhenyak. Kok bisa? Batin saya bertanya. Sebab, Selasa siang, reporter saya yang memang ditugaskan untuk memantau kondisi Gesang, melaporkan Gesang dalam kondisi baik-baik saja. Saya baca ulang berita yang kebetulan udah ditulis reporter saya. Lho…iya tuh, bener tuh…di berita itu malah dituliskan, Gesang sudah bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang menungguinya.
Ini cuplikan berita yang ditulis reporter: Salah satu keponakan Gesang, Yani Effendi mengatakan kondisi Gesang membaik setelah dibawa ke ruang ICU. Gesang mulai mau makan bubur meski porsinya masih sedikit.
“Mbah Gesang bisa istirahat cukup. Bicaranya juga nyambung,” beber Yani.
Yani yang menunggu Gesang di rumah sakit bersama ibunya Kayati, 77, serta saudaranya Yuniarti, 53, dan Nur Ariyani, 40.
Saya pun minta reporter tersebut mengecek kembali ke rumah sakit. Waktu itu jarum jam sudah menunjuk angka 20.00 WIB. Selang, 15 menit kemudian, saya telepon si reporter. Jawaban si reporter sangat singkat,”Ya Allah, Mbak….berita itu sebetulnya darimana, to? Ini saya ketemu keluarganya Mbah GEsang, saya malah malu sendiri. Karena, Mbah Gesang baik-baik saja. Masih gesang (hidup).”
Bahkan, gara-gara breaking news menyesatkan itu, puluhan wartawan baik dari media lokal maupun nasional langsung menyerbu ke rumah sakit tempat Gesang dirawat. Tak hanya itu, warga pun banyak yang menelepon ke kantor saya untuk mengecek kebenaran breaking news itu. “Masak iya, Gesang sudah meninggal?” Saya jawab: Gesang belum meninggal, Gesang masih baik-baik saja.
Kami terus memantau kodisi Gesang hingga pukul 24.00 WIB. Dan kesimpulannya, hingga Selasa pukul 24.00 WIB, Gesang masih hidup! Aneka status menyesatkan di Facebook yang berisi ucapan bela sungkawa, saya komentarin: Itu status ngawur. Kalau dengar berita itu tolong dicek dan ricek terlebih dahulu. Mbah Gesang masih gesang. Tak berapa lama, semua status di Facebook yang berisi ucapan bela sungkawa pun menghilang dari Facebook. Bahkan, pihak stasiun televisi swasta yang menyiarkan berita Gesang telah meninggal dunia, segera meralat beritanya. Wuh!
Peristiwa ini memberikan gambaran kepada kita betapa pentingnya selalu mericek seluruh informasi yang kita terima. Dalam dunia jurnalistik, penting sekali ada cek dan ricek. Bahkan, seorang reporter biasanya disuruh cek, cek dan cek sekali lagi informasi yang diterima dari narasumber. Cek ditekankan sampai tiga kali mengingat pentingnya cek dan ricek ini. Bahkan, sekali pun reporter itu melakukan wawancara dengan orang yang sudah kompeten di bidangnya dan prominance, si reporter tetap diminta mengecek ulang informasi dari narasumber itu. Reporter tidak boleh menerima mentah-mentah informasi dari narasumber dan menyebarluaskannya kepada khalayak. Misalnya, ada sebuah informasi kecelakaan lalu lintas. Reporter mewawancarai Kasatlantas, sebagai sosok yang paling kompeten dalam kasus ini. Kasatlantas memberikan informasi ada satu korban meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut. Kewajiban reporter adalah memastikan: Apakah betul hanya satu orang yang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut? Karena itu, perlu dicek lagi data yang sudah diberikan Kasatlantas itu. Cek ke rumah sakit yang menangani para korban kecelakaan lalu lintas itu.
Nah, dalam kasus ini, si wartawan dari stasiun televisi swasta ini tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Mungkin, dia menerima informasi Gesang meninggal dan dia langsung melemparkan informasi itu mentah-mentah ke kantor dan pihak redaksi langsung menyiarkan informasi itu (dengan asumsi pihak redaksi tentu percaya kepada wartawannya). Padahal, seharusnya, ketika menerima informasi Gesang meninggal, si wartawan harus mengecek ulang ke rumah sakit tempat GEsang dirawat atau ke pihak keluarga. Tanya ke rumah sakit: Benarkah Gesang sudah meninggal dunia atau masih baik-baik saja? Kalau perlu, cek langsung ke kamar dimana beliau dirawat, agar haqul yakin.
Berita seperti ini, jelas merugikan pihak yang dijadikan bahan berita. Coba bayangkan, seandainya Anda diberitakan meninggal dunia, padahal Anda masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, bagaimanakah perasaan Anda? Untunglah, keluarga Gesang tidak memperpanjang masalah. Saya bayangkan seandainya keluarga Gesang memperpanjang masalah, pastilah stasiun televisi swasta itu akan menghadapi tuntutan hukum.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah: hati-hati menerima informasi. Jangan menelan mentah-mentah informasi yang disampaikan orang lain ke kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar anda di sini